Get me outta here!

Monday, April 30, 2018

Drama si Kucing Part 1 ( Kesahalan Treatment pasca operasi steril)


          Jadi ceritanya aku memutuskan untuk mensteril si anak bulu yang berjenis kelamin betina ketika masih di Malang sebelum kemudian akan membawa si anabul pulang. Setelah operasi dilakukan, Dokter hewan yang mengoperasi anabulku bilang “Paling lukanya seminggu juga udah kering kok.” Dan ya, aku juga merasa tak akan ada masalah karena jahitan dan lukanya juga terlihat rapi dan hanya sepanjang sekitar 3 cm saja di bagian samping. Dan satu minggu kemudian anak buluku sudah mulai bisa melakukan aktifitas dengan normal. Tapi untuk berjaga-jaga aku tetap membatasi geraknya selama 2 minggu pasca operasi. Setelah melihat kondisi si anak bulu yang terlihat stabil, kuputuskan untuk membawanya pulang ke Banyuwangi. Sesampainya di rumah aku merasa  luka bekas sterilnya sudah terlihat membaik dan mengering. Bahkan benang operasinya sudah terlepas dengan sendirinya. Dan setelah satu minggu berada di rumah (3 minggu pasca steril) akhirnya aku membiarkan si anabul bermain sesuka hati dengan bebas, keluar rumah, naik genteng segala macem. Semua terlihat aman-aman saja hingga kemudian negara api menyerang T_T

            Pada suatu pagi kulihat ada yang aneh dengan sikap anabul. Biasanya dia hobby main di luar setelah sarapan setiap ada jendela atau pintu dibuka. Tapi saat itu kok dia kembali tidur di kasur dekat bantalku setelah makan pagi padahal pintu dan jendela terbuka. Awalnya ya kubiarkan saja, lama-lama timbulah perasaan curiga dengan sikap si anak bulu. Ternyata setelah kuperiksa luka anabul yang sudah mengering dan bahkan tertutup sempurna tanpa bekas tadi, menjadi sedikit agak basah “Ah mungkin karena gatal dan dijilatin” pikirku.. jadi lecet. Dan aku berinisiatif mengoleskan bioplacenton ke luka tersebut yang selama ini kuyakini bisa mengeringkan luka *karena Dokter hewannya juga menyarankan diberi bioplacenton setelah operasi dulu*. Tetapi sampai siang harinya si anabul tidak kunjung membaik tetapi malah terlihat makin menghawatirkan, badannya panas dan dia menyendiri di pojokan ruangan. Kuamati lukanya kok semakin bolong saja. Wahh kok bisa jadi begini ya... hingga sore itu sepulangku dari suatu acara aku mengecek lagi keadaan si anabul. Rasanya kok suhu badannya makin memanas dan nafasnya terlihat berat seperti sedang kesakitan, tapi karena kucingku ini tipikal kucing yang jarang bersuara jadi aku hanya bisa mengamati dari pergerakan pernafasan dan suhu lidahnya. Dan kudapati lukanya full terbuka dan terlihat sangat mencemaskan. Akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung mencari informasi mengenai dokter hewan di dekat tempat tinggalku, setelah mendapatkan informasi itu aku langsung membawa si anabul periksa malam itu juga.
            Karena waktu sudah malam, sekitar jam 7 malam, agak memakan waktu juga sih ketika menunggu dokternya *sebut saja Drh. xy* Dokter tersebut menyarankan ditinggal saja anabulnya soalnya sudah malam dan kalo ditunggu nanti anestesi dan operasi segala macam akan memakan waktu cukup lama.  Khawatir di perjalanan kemaleman karena aku dan kakakku sama-sama perempuan dan jarak ke tempat Drh tersebut lumayan jauh. Akhirnya ssaya memutuskan meninggalkan si anak bulu dirumah Drh.xy. Alhamdulillah sih dokter tersebut bersedia membawa anabul saya sekalian ke puskeswan di dekat rumah kakak saya jadi saya tidak perlu jauh-jauh ke rumah beliau lagi. Esoknya sekitar jam 11 saya mendapat kabar dari kakak saya bahwa si anabul sudah dia ambil dengan aman dan anabul juga sudah mau makan. Tak lama kemudian kakak saya mengantar anabul tersebut kerumah. Hati saya sudah lega, tetapi agak kecewa dengan jahitan dari Drh. xy tersebut karena terlihat sangat tidak rapi *ya dibandingkan dengan jahitan sewaktu di Malang* dan anabul saya entah kenapa tetap merasa tidak nyaman dan selalu berusaha menjangkau luka tersebut meskipun sudah saya pakaikan collar. Nah malamnya entah bagaimana ceritanya pokoknya tiba2 saya melihat ada sedikit bagian yang tidak tertutup jahitan. Mungkin karena anabul saya juga yang risih, atau nakal ya entahlah. Yang jelas esok pagi harinya tepatnya hari sabtu 6 Januari 2018, saya merasa harus memeriksakannya lagi, jadi saya hubungi lagi Drh.xy tadi, tetapi kebetulan beliau sibuk jadi saya harus mencari dokter lain.
            Di tengah kebingungan dan kecemasan itu saya mendapat rejeki pinjaman kandang kucing untuk menjaga pergerakan si anak bulu sekaligus mendapat informasi dari tetangga depan rumah tentang veterinary yang kebetulan malah jauh lebih dekat lokasinya daripada vet sebelumnya. Sebut saja Drh. AB. Nah setelah mengatur janji dengan beliau ini, saya pergi kesana dan disana saya mendapat kejelasan tentang apa yang harus saya lakukan untuk si anak bulu. Jadi pertama, anabul harus di jahit ulang. Saya mendapat banyak sekali pengetahuan dari Drh. AB tersebut bahwasanya ternyata jahitan steril itu sama dengan jahitan cesar pada manusia jadi ada berlapis-lapis jahitan. Pada kucing ada sekitar 4 lapis jahitan. Istilahnya, Jahitan keempat pada bagian daging entah apa pokoknya yang berada paling dalam, jahitan ketiga berada di bagian yang lebih atasnya lagi, jahitan kedua berada di bawah kulit dan jahitan pertama berada di bagian paling luar, yaitu kulit hewan. Nah, jadi yang menyebabkan tragedi terbukanya jahitan paling atas setelah saya rasa luka tersebut sembuh adalah ketidaksempurnaan proses penyembuhan jahitan kedua (yang berada tepat dibawah kulit) jadi seharusnya mungkin sebulan lebih si anabul saya batasi ruang geraknya.  Jadi ya salah saya juga sebagai owner awam yang saya pikir selama jahitan terluar sudah kering berarti aman, ternyata tidak para pembaca sekalian....terkadang apa yang kita lihat dari luarnya saja itu jauh berbeda dengan kenyataan di dalamnya, pembelajaran yg saya dapat adalah don’t judge people by the cover XD *lahhh apa coba* oke intinya luka si anabul harus di perbaiki dari bagian yang dalam..kemudian baru dijahit luarnya.
            Kemudian saya tanya “loh dok, itu luka yang di dalem barusan kah kebukanya?”
            si dokterpun menjawab, “agak lama sih mbak ini... sudah menjadi dua jaringan otot baru malah.”
            “loh masa sih dok? Tapi kan kemarin baru saya jahit di Drh sebelumnya..”
            “emmm.... di dokter yang kemarin kayaknya gak di jahit deh mbak yang bagian dalem. Soalnya gak ada bekas benangnya sama sekali. Jadi baru saya jahit ini..”
            “ooh....iya dok,” sejenak saya kehilangan kata-kata. Berbagai pertanyaan berkecamuk di dalam pikiran saya, kenapa bisa dokter sebelumnya tidak menjahit luka yang di dalam kalo jelas-jelas jahitan dalamnya rusak sejak dulu? Apa dokter xy tidak tahu?  Apa karena hal tersebut si anak bulu dari kemarin sepulang dijahit ulangpun tetap merasa tidak nyaman karena ada yang salah dengan tubuhnya. Terus kalo kemarin kucingnya dan saya sendiri gak sadar kesalahan itu dan luka luarnya jahitannya gak bermasalah bahkan sampai sembuh berarti selamanya bagian dalam perut kucingku robek dong ya? Ah sudahlah, yang berlalu dijadikan pembelajaran saja. Mungkin ini hikmahnya harus dijahit ulang ke Drh. AB, jadi tau hmmm.....
            “mbak...ini jahitannya sudah diperbaiki semua, ini obatnya ada 3 jenis nanti semuanya dihancurin dicampur dan di bagi 9 diminumnya 3x sehari ya...lukanya tetep diolesi salep yang ada aja.. kalo semisal gak ada, ada yang sangat murah dan aman.. cari aja (sensor) *akan terjawab di tulisan selanjutnya ya readers*. Tapi harus telaten pakeinnya ya mbak..”
            “wah serius dok bisa? Oke dok nanti saya cari sepulang darisini.”
            Baiklah semua sudah ditangani dengan baik, jahitan aman, kucing sudah mulai siuman.. kandang sudah siap. Oke saya bisa bernafas dengan lega...
            Tapi tunggu dulu.....
            Beberapa hari kemudian...sebuah insiden yang tidak terduga terjadi daaaan kalian harus baca part selanjutnya..hahaha.













0 comments:

Post a Comment