Jadi ceritanya aku memutuskan untuk mensteril si anak bulu
yang berjenis kelamin betina ketika masih di Malang sebelum kemudian akan
membawa si anabul pulang. Setelah operasi dilakukan, Dokter hewan yang mengoperasi
anabulku bilang “Paling lukanya seminggu juga udah kering kok.” Dan ya, aku
juga merasa tak akan ada masalah karena jahitan dan lukanya juga terlihat rapi
dan hanya sepanjang sekitar 3 cm saja di bagian samping. Dan satu minggu
kemudian anak buluku sudah mulai bisa melakukan aktifitas dengan normal. Tapi
untuk berjaga-jaga aku tetap membatasi geraknya selama 2 minggu pasca operasi.
Setelah melihat kondisi si anak bulu yang terlihat stabil, kuputuskan untuk
membawanya pulang ke Banyuwangi. Sesampainya di rumah aku merasa luka bekas sterilnya sudah terlihat membaik
dan mengering. Bahkan benang operasinya sudah terlepas dengan sendirinya. Dan
setelah satu minggu berada di rumah (3 minggu pasca steril) akhirnya aku membiarkan
si anabul bermain sesuka hati dengan bebas, keluar rumah, naik genteng segala
macem. Semua terlihat aman-aman saja hingga kemudian negara api menyerang T_T
Pada suatu
pagi kulihat ada yang aneh dengan sikap anabul. Biasanya dia hobby main di luar
setelah sarapan setiap ada jendela atau pintu dibuka. Tapi saat itu kok dia
kembali tidur di kasur dekat bantalku setelah makan pagi padahal pintu dan
jendela terbuka. Awalnya ya kubiarkan saja, lama-lama timbulah perasaan curiga
dengan sikap si anak bulu. Ternyata setelah kuperiksa luka anabul yang sudah
mengering dan bahkan tertutup sempurna tanpa bekas tadi, menjadi sedikit agak
basah “Ah mungkin karena gatal dan dijilatin” pikirku.. jadi lecet. Dan aku berinisiatif
mengoleskan bioplacenton ke luka tersebut yang selama ini kuyakini bisa
mengeringkan luka *karena Dokter hewannya juga menyarankan diberi bioplacenton
setelah operasi dulu*. Tetapi sampai siang harinya si anabul tidak kunjung
membaik tetapi malah terlihat makin menghawatirkan, badannya panas dan dia menyendiri
di pojokan ruangan. Kuamati lukanya kok semakin bolong saja. Wahh kok bisa jadi
begini ya... hingga sore itu sepulangku dari suatu acara aku mengecek lagi
keadaan si anabul. Rasanya kok suhu badannya makin memanas dan nafasnya
terlihat berat seperti sedang kesakitan, tapi karena kucingku ini tipikal
kucing yang jarang bersuara jadi aku hanya bisa mengamati dari pergerakan
pernafasan dan suhu lidahnya. Dan kudapati lukanya full terbuka dan terlihat
sangat mencemaskan. Akhirnya tanpa pikir panjang aku langsung mencari informasi
mengenai dokter hewan di dekat tempat tinggalku, setelah mendapatkan informasi
itu aku langsung membawa si anabul periksa malam itu juga.
Karena waktu
sudah malam, sekitar jam 7 malam, agak memakan waktu juga sih ketika menunggu
dokternya *sebut saja Drh. xy* Dokter tersebut menyarankan ditinggal saja
anabulnya soalnya sudah malam dan kalo ditunggu nanti anestesi dan operasi
segala macam akan memakan waktu cukup lama.
Khawatir di perjalanan kemaleman karena aku dan kakakku sama-sama
perempuan dan jarak ke tempat Drh tersebut lumayan jauh. Akhirnya ssaya
memutuskan meninggalkan si anak bulu dirumah Drh.xy. Alhamdulillah sih dokter tersebut
bersedia membawa anabul saya sekalian ke puskeswan di dekat rumah kakak saya
jadi saya tidak perlu jauh-jauh ke rumah beliau lagi. Esoknya sekitar jam 11
saya mendapat kabar dari kakak saya bahwa si anabul sudah dia ambil dengan aman
dan anabul juga sudah mau makan. Tak lama kemudian kakak saya mengantar anabul
tersebut kerumah. Hati saya sudah lega, tetapi agak kecewa dengan jahitan dari
Drh. xy tersebut karena terlihat sangat tidak rapi *ya dibandingkan dengan
jahitan sewaktu di Malang* dan anabul saya entah kenapa tetap merasa tidak
nyaman dan selalu berusaha menjangkau luka tersebut meskipun sudah saya
pakaikan collar. Nah malamnya entah bagaimana ceritanya pokoknya tiba2 saya
melihat ada sedikit bagian yang tidak tertutup jahitan. Mungkin karena anabul
saya juga yang risih, atau nakal ya entahlah. Yang jelas esok pagi harinya tepatnya
hari sabtu 6 Januari 2018, saya merasa harus memeriksakannya lagi, jadi saya
hubungi lagi Drh.xy tadi, tetapi kebetulan beliau sibuk jadi saya harus mencari
dokter lain.
Di tengah
kebingungan dan kecemasan itu saya mendapat rejeki pinjaman kandang kucing untuk
menjaga pergerakan si anak bulu sekaligus mendapat informasi dari tetangga
depan rumah tentang veterinary yang kebetulan malah jauh lebih dekat lokasinya
daripada vet sebelumnya. Sebut saja Drh. AB. Nah setelah mengatur janji dengan
beliau ini, saya pergi kesana dan disana saya mendapat kejelasan tentang apa
yang harus saya lakukan untuk si anak bulu. Jadi pertama, anabul harus di jahit
ulang. Saya mendapat banyak sekali pengetahuan dari Drh. AB tersebut bahwasanya
ternyata jahitan steril itu sama dengan jahitan cesar pada manusia jadi ada
berlapis-lapis jahitan. Pada kucing ada sekitar 4 lapis jahitan. Istilahnya,
Jahitan keempat pada bagian daging entah apa pokoknya yang berada paling dalam,
jahitan ketiga berada di bagian yang lebih atasnya lagi, jahitan kedua berada
di bawah kulit dan jahitan pertama berada di bagian paling luar, yaitu kulit
hewan. Nah, jadi yang menyebabkan tragedi terbukanya jahitan paling atas
setelah saya rasa luka tersebut sembuh adalah ketidaksempurnaan proses penyembuhan
jahitan kedua (yang berada tepat dibawah kulit) jadi seharusnya mungkin sebulan
lebih si anabul saya batasi ruang geraknya. Jadi ya salah saya juga sebagai owner awam
yang saya pikir selama jahitan terluar sudah kering berarti aman, ternyata
tidak para pembaca sekalian....terkadang apa yang kita lihat dari luarnya saja
itu jauh berbeda dengan kenyataan di dalamnya, pembelajaran yg saya dapat
adalah don’t judge people by the cover XD *lahhh apa coba* oke intinya luka si
anabul harus di perbaiki dari bagian yang dalam..kemudian baru dijahit luarnya.
Kemudian
saya tanya “loh dok, itu luka yang di dalem barusan kah kebukanya?”
si dokterpun
menjawab, “agak lama sih mbak ini... sudah menjadi dua jaringan otot baru
malah.”
“loh masa
sih dok? Tapi kan kemarin baru saya jahit di Drh sebelumnya..”
“emmm.... di
dokter yang kemarin kayaknya gak di jahit deh mbak yang bagian dalem. Soalnya
gak ada bekas benangnya sama sekali. Jadi baru saya jahit ini..”
“ooh....iya
dok,” sejenak saya kehilangan kata-kata. Berbagai pertanyaan berkecamuk di
dalam pikiran saya, kenapa bisa dokter sebelumnya tidak menjahit luka yang di
dalam kalo jelas-jelas jahitan dalamnya rusak sejak dulu? Apa dokter xy tidak
tahu? Apa karena hal tersebut si anak
bulu dari kemarin sepulang dijahit ulangpun tetap merasa tidak nyaman karena
ada yang salah dengan tubuhnya. Terus kalo kemarin kucingnya dan saya sendiri
gak sadar kesalahan itu dan luka luarnya jahitannya gak bermasalah bahkan
sampai sembuh berarti selamanya bagian dalam perut kucingku robek dong ya? Ah
sudahlah, yang berlalu dijadikan pembelajaran saja. Mungkin ini hikmahnya harus
dijahit ulang ke Drh. AB, jadi tau hmmm.....
“mbak...ini
jahitannya sudah diperbaiki semua, ini obatnya ada 3 jenis nanti semuanya
dihancurin dicampur dan di bagi 9 diminumnya 3x sehari ya...lukanya tetep
diolesi salep yang ada aja.. kalo semisal gak ada, ada yang sangat murah dan
aman.. cari aja (sensor) *akan terjawab di tulisan selanjutnya ya readers*.
Tapi harus telaten pakeinnya ya mbak..”
“wah serius
dok bisa? Oke dok nanti saya cari sepulang darisini.”
Baiklah
semua sudah ditangani dengan baik, jahitan aman, kucing sudah mulai siuman..
kandang sudah siap. Oke saya bisa bernafas dengan lega...
Tapi tunggu
dulu.....
Beberapa hari
kemudian...sebuah insiden yang tidak terduga terjadi daaaan kalian harus baca
part selanjutnya..hahaha.